UNESCOmenilai pantun memiliki arti penting bagi masyarakat melayu. Bukan hanya sebagai alat komunikasi sosial, namun juga kaya akan nilai-nilai budaya dan agama yang menjadi panduan moral. Pantun adalah puisi lama berima yang sudah ada sejak lima abad lalu di nusantara. Dan dipakai di banyak daerah meski dengan sebutan yang berbeda-beda.
Contohpantun berkait bertema kritik sosial ?? - 1205168 Si Kotak Ajaib John Logie Baird lahir di Skotlandia, 13 Agustus 1888. Ia adalah penemu yang pada kesempatan itu untuk pertama kalinya menunjukkan bahw
16Pantun Nasihat Bahasa Betawi, Penuh Makna dan Bisa Dijadikan Konten di Media Sosial Kumpulan Pantun Cinta Lucu, Berisi Pesan Romantis yang Menghibur, Bisa Luluhkan Hati Doi 20 Pantun Peribahasa Penuh Makna, Jadikan Sindiran ke Teman yang Suka Pinjam Uang
Kehebatandan ketepatan pantun sebagai satu alat kritik sosial yang digunakan oleh masyarakat Melayu menunjukkan bahawa masyarakat Melayu mempunyai daya pemikiran yang begitu halus dan kreatif. Seperti mana Laksamana Hang Tuah pernah berkata "tak Melayu hilang di dunia", pantun juga harus dipelihara agar terus hidup dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat Melayu hari ini.
Pantundapat digunakan untuk menyampaikan kritik secara cerdas, santun, elegan, dan santai. Sebagai salah satu bentuk sastra, pantun dapat digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik sosial. Pantun merupakan salah satu bentuk puisi lama yang paling akrab dengan masyarakat dibandingkan dengan bentuk puisi lama yang lain.
VXBP. Uploaded byMfaeez Fiz 0% found this document useful 0 votes338 views2 pagesDescriptionpantun digunakan untuk kritikan sosial dalam masyarakatOriginal Titlekritikan sosialCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes338 views2 pagesKritikan SosialOriginal Titlekritikan sosialUploaded byMfaeez Fiz Descriptionpantun digunakan untuk kritikan sosial dalam masyarakatFull description
PANTUN SOSIAL Kalau harimau sedang mengaum Bunyinya sangat berirama Kalau ada ulangan umum Marilah kita belajar bersama Hati-hati menyeberang Jangan sampai titian patah Hati-hati di rantau orang Jangan sampai berbuat salah Banyak sayur dijual di pasar Banyak juga menjual ikan Kalau kamu sudah lapar Cepat cepatlah pergi makan Manis jangan lekas ditelan Pahit jangan lekas dimuntahkan Mati semut karena manisan Manis itu bahaya makanan. Buah berangan dari Jawa Kain terjemur disampaian Jangan diri dapat kecewa Lihat contoh kiri dan kanan Di tepi kali saya menyinggah Menghilang penat menahan jerat Orang tua jangan disanggah Agar selamat dunia akhirat Tumbuh merata pohon tebu Pergi ke pasar membeli daging Banyak harta miskin ilmu Bagai rumah tidak berdinding Anak ayam turun sembilan Mati satu tinggal delapan Ilmu boleh sedikit ketinggalan Tapi jangan sampai putus harapan Anak ayam turun delapan Mati satu tinggal lah tujuh Hidup harus penuh harapan Jadikan itu jalan yang dituju Ada ubi ada talas Ada budi ada balas Sebab pulut santan binasa Sebab mulut badan merana Jalan kelam disangka terang Hati kelam disangka suci Akal pendek banyak dipandang Janganlah hati kita dikunci Bunga mawar bunga melati Kala dicium harum baunya Banyak cara sembuhkan hati Baca Quran paham maknanya Ilmu insan setitik embun Tiada umat sepandai Nabi Kala nyawa tinggal diubun Turutlah ilmu insan nan mati
contoh pantun yg mengandung pesan kritik sosial pola pantun berkait bertema kritik sosial ??buatlah pantun dgn tema kritik sosial, sebanyak 3 baitteladan pantun kritik sosial 5 bait**teladan pantun berkait bertema kritik sosial ?? kartu hape gue ialah tridan yg punya namanya otangimana mau mampu mengantrikalo mau dapat, harus berebutan pola pantun berkait bertema kritik sosial ?? Makan roti berlapis kejuJangan lupa ditaruh nampan Jikalau ingin pendidikan maju Jangan korupsi dana pendidikan Bunga melati berwarna putih Mekar mewangi indah di taman Bagaimana korupsi akan bersih Bila koruptor ringan hukuman Membeli baju ke Cikini Bajunya bagus berbahan sutera Apa kesudahannya negeri ini Bila pemimpin hanya akil bicara buatlah pantun dgn tema kritik sosial, sebanyak 3 bait Sepandai-berilmu tupai melompat Sekali waktu gagal juga Selihai-lihai dictator mendustai rakyat Pada jadinya terjungkal juga Di bubungan atap bersembunyi tokek Berbunyi nyaring di malam hari Waktu sekolah gemar menyontek Makara pemimpin suka korupsi Pemakan buah namanya kampret Memburu risky berkawan-kawan Datang rapat pakai jam karet Banyak terjadi,ditiru jangan Dilumbung padi banyak tikus Tikus diburu meloncat-loncat Sudah revormasi,KKN jalan terus Tandanya kita jalan di daerah teladan pantun kritik sosial 5 bait sepandai pandai bajing meleompat niscaya akan jatuh jugasepandai pandai derektur menipu rakyatniscaya akanterjungkal juga **teladan pantun berkait bertema kritik sosial ?? Jalan-jalan ke kota Palutidak lupa membeli oleh-olehJika ingin pendidikan majuJangan korupsi dana pendidikan Burung gagak hitam bulunyaterbang terbang di atas tamanKapankah korupsi akan sirnajika koruptor dihukum ringan? Senyumanmu manis sekalimenciptakan diriku ini jadi kesengsemApa kesannya negeri iniBila pejabatnya hanya cendekia bicara
Criticisms in traditional Malay works are produced in various forms, and usually, the criticisms are not conveyed in an explicit or blunt manner. Therefore, the language used to convey the criticisms is figurative language filled with similes and metaphors. These forms of criticisms can be observed in proverbs, pantuns, and other forms of poems, songs, tales of humour and of animals, folktales, sagas, and historical literature. Social criticisms through metaphorical elements in poems are able to depict the wisdom of the Malays in the times of old. This paper aims to identify the metaphorical elements found in pantuns and analyse the social criticisms and values in them based on the Relevance theory. It will see how metaphors in pantuns play the role of social critics. Data used for this study is from a book by Tenas Effendy 2004 titled Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu, published in Yogyakarta by Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu. This study will apply the Relevance theory, where this theory emphasises the processing of information and is able to assist readers to understand the metaphorical elements that are scientifically represented. Thus, social criticisms that exist in traditional Malays pantuns are not only for entertainment purposes but also carry a far deeper meaning. Pantuns have metaphorical elements where they are able to create cynical and sharp criticisms. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 31 INTERNATIONAL JOURNAL OF CREATIVE INDUSTRIES IJCREI METAFORA SEBAGAI KRITIKAN SOSIAL DALAM PANTUN MEMBENTUK NILAI INSAN METAPHORS IN PANTUNS AS SOCIAL CRITICISM IN FORMING HUMAN VALUES Mazarul Hasan Mohamad Hanapi 1*, Norazimah Zakaria2, Abu Zarrin Selamat3, Norfaizah Abdul Jobar4 Fakulti Pembangunan Manusia, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia Email mazarul Fakulti Bahasa dan Komunikasi, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia Email norazimah Fakulti Sains Kemanusiaan, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia Email zarrin Fakulti Bahasa dan Komunikasi, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Malaysia Email Article Info Article history Received date Revised date Accepted date Published date To cite this document Hanapi, M. H. M., Zakaria, N., Selamat, A. Z., & Jobar, N. A.. 2021. Metafora Sebagai Kritikan Sosial Dalam Pantun Membentuk Nilai Insan. International Journal of Creative Industries, 3 6, 31-41. DOI This work is licensed under CC BY Abstrak Kritikan dalam karya Melayu tradisional dihasilkan dalam pelbagai bentuk, dan lazimnya kritikan itu tidak disampaikan secara eksplisit atau terang-terangan. Sehubungan itu, bahasa yang digunakan untuk menyampaikan kritikan itu adalah bahasa figuratif yang penuh dengan kias ibarat dan metafora. Bentuk kritikan ini boleh dilihat dalam peribahasa, pantun, syair, seloka, cerita jenaka, cerita binatang, cerita lipur lara, hikayat dan juga sastera berunsur sejarah. Kritikan sosial dalam pantun melalui unsur metafora dapat menggambarkan ketinggian akal budi orang Melayu pada zaman dahulu. Kajian ini bertujuan mengenal pasti unsur metafora yang terdapat dalam pantun dan menganalisis kritikan sosial dan nilai dalam pantun berdasarkan teori Relevans. Ia akan melihat bagaimana metafora dalam pantun boleh berperanan sebagai kritikan sosial. Data yang digunakan ialah buku oleh Tenas Effendy 2004 yang bertajuk Tunjuk Ajar dalam pantun Melayu, diterbitkan di Yogyakarta oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu. Kajian ini akan menggunakan Teori Relevans. Teori ini mementingkan pemprosesan maklumat dan mampu membantu pembaca memahami unsur metafora yang dilakarkan dengan saintifik. Justeru, kritikan sosial yang wujud dalam pantun Melayu tradisional bukanlah datang sebagai sebuah hiburan semata-mata Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 32 sebaliknya mempunyai makna yang lebih mendalam. Pantun ini mempunyai unsur metafora sehingga dapat membentuk kritikan yang sinis dan tajam. Kata Kunci Pantun, Metafora, Teori Relevans, Korpus, Sosial Abstract Criticisms in traditional Malay works are produced in various forms, and usually, the criticisms are not conveyed in an explicit or blunt manner. Therefore, the language used to convey the criticisms is figurative language filled with similes and metaphors. These forms of criticisms can be observed in proverbs, pantuns, and other forms of poems, songs, tales of humour and of animals, folktales, sagas, and historical literature. Social criticisms through metaphorical elements in poems are able to depict the wisdom of the Malays in the times of old. This paper aims to identify the metaphorical elements found in pantuns and analyse the social criticisms and values in them based on the Relevance theory. It will see how metaphors in pantuns play the role of social critics. Data used for this study is from a book by Tenas Effendy 2004 titled Tunjuk Ajar Dalam Pantun Melayu, published in Yogyakarta by Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu. This study will apply the Relevance theory, where this theory emphasises the processing of information and is able to assist readers to understand the metaphorical elements that are scientifically represented. Thus, social criticisms that exist in traditional Malays pantuns are not only for entertainment purposes but also carry a far deeper meaning. Pantuns have metaphorical elements where they are able to create cynical and sharp criticisms. Keywords Pantuns, Metaphors, Relevance Theory, Corpus, Social Pengenalan Istilah âkesusasteraanâ dalam bahasa Melayu/Indonesia berkembang daripada kata Sanskrit sastra. Akar kata sas- adalah kata terbitan terbitan bermakna âmengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Dan akhiran âtra biasanya menunjukkan alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran; misalnya silpasastra buku tentang senibina, kavysastra buku tentang puisi âkawiâ dan kamasastra sebagai buku tentang seni cinta dan perkasihan. Daripada kata âsasteraâ terdapat pula susastera. Awalan su- itu daripada bahasa Sanskrit juga yang membawa maksud baik atau indah. Imbuhan -ke dan -an ditambah untuk memperlengkapkan bentuk kata terbitan yang memberikan makna yang padu dan menyeluruh iaitu segala yang tertulis, yang bernilai seni dan estetik dengan maksud memberikan panduan, petunjuk dan pengajaran Harun Mat Piah, 2000 2. Dalam kelompok kesusasteraan Melayu tradisional, pantun merupakan wadah sastera berbentuk lisan yang disampaikan secara turun temurun daripada satu generasi kepada generasi yang berikutnya. Bentuk lisan ini juga dikenali sebagai sastera rakyat. Ia juga terbahagi kepada dua jenis iaitu berbentuk cerita dan bukan cerita. Pantun, peribahasa, teromba, mantera, zikir, gurindam dan lain-lain adalah sastera lisan di bawah kategori bukan cerita. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 33 Keindahan pantun bukan sahaja terletak pada pilihan kata serta kalimatnya yang berima, tetapi terkandung di dalamnya makna dan falsafah yang sangat baik mewakili pancaran pemikiran masyarakat tradisi dahulu. Terdapat banyak pantun yang terakam di dalamnya tunjuk ajar, atau nasihat dan berkaitan tentang cara hidup beragama, bermasyarakat, dan berkeluarga. Sorotan Literatur Pemikir-pemikir dan pengkaji Melayu telah lama membuat kajian terhadap isu kritikan sosial dalam genre-genre ini, antaranya Mohd. Taib 1988, S. Othman Kelantan 1997, Hassan 2003, Harun 2004, Muhammad 2006, Ahmad Fuad & Zaitul Azma 2007, Zurinah et. al 2008, Zaitul Azma & Ahmad Fuad 2011. Ada antara kajian-kajian ini memberi fokus kepada satu-satu kategori misalnya Muhammad 2006, Ahmad Fuad & Zaitul Azma 2007, Zurinah et. Al 2008, membincangkan kritikan sosial dalam genre pantun, Zaitul Azma & Ahmad Fuad 2011 menyentuh isu etika masyarakat Melayu dalam peribahasa manakala Harun memusat kepada genre prosa. Namun ada juga kajian yang membincangkan isu kritikan sosial dalam karya Melayu tradisional tanpa mengasingkannya mengikut genre, atau semua genre dibincangkan serentak. Sehubungan itu, dapat difahami bahawa genre karya Melayu tradisional hanyalah membezakan bentuknya tetapi pemikiran dan cetusan minda yang menghasilkannya adalah sama. Pantun dan peribahasa tidak menampilkan perbezaan yang besar dari segi bentuknya, kerana peribahasa itu sendiri kadangkala dimasukkan ke dalam pantun. Begitu juga halnya bagi isu kritikan sosial dalam kedua-dua genre ini. Muhammad 2006 menemukan bahawa pantun yang melibatkan konflik dan kritikan lebih banyak datang dalam bentuk peribadi tetapi kurang melibatkan masyarakat sosial. Bagaimanapun, S. Othman Kelantan 1997, Ahmad Fuad & Zaitul Azma 2007, Zurinah et. al 2008 dan Zaitul Azma & Ahmad Fuad 2011 mendapati pantun dan peribahasa juga menjadi salah satu alat kritik sosial dalam masyarakat melalui sindiran, ejekan, kiasan, gurauan dan bantahan. Kritikan ini disampaikan dengan satu objektif iaitu sebagai pesanan, nasihat, pengajaran dan membetulkan kepincangan yang berlaku dalam masyarakat. Teori Relevans yang diasaskan oleh Dan Sperber dan Deidre Wilson pada tahun 1986 melalui buku Relevance Communication and Cognition 1986 menekankan bentuk komunikasi yang dapat difahami antara penutur dengan pendengar. Penutur seharusnya dapat menjamin setiap yang dibualkan itu benar-benar relevan serta mudah untuk difahami oleh pendengar. Tiga konsep penting yang ditekankan oleh Teori Relevans dalam pentafsiran makna ialah konteks, kesan konteks dan kos proses. Dengan itu, konteks haruslah seimbang dengan masa memproses bagi menghasilkan kandungan maklumat yang diharapkan. Metodologi Kajian Kajian ini akan melihat bagaimana metafora dalam pantun boleh berperanan sebagai kritikan sosial. Data yang digunakan ialah buku oleh Tenas Effendy 2004 yang bertajuk Tunjuk Ajar dalam pantun Melayu, diterbitkan di Yogyakarta oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu. Kajian ini akan menggunakan Teori Relevans, teori yang mementingkan pemprosesan maklumat mampu membantu pembaca memahami unsur metafora yang dilakarkan dengan saintifik. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 34 Kajian ini melihat kritikan sosial melalui Teori Relevans dengan menggunakan korpus pantun bagi mensahihkan persepsi di atas. Eksplikatur dan implikatur pada mesej yang hendak disampaikan akan dicungkil bagi memudahkan pemahaman pembaca memahami kritikan sosial yang hendak disampaikan oleh pengarang. Data akan dianalisis menggunakan alat dan acuan linguistik iaitu Teori Relevans, iaitu teori yang mengkaji hubungan di antara komunikasi dan kognisi. Konsep ad hoc yang merupakan konsep penting dalam teori ini akan dijadikan acuan bagi memastikan dapatan yang bersifat santifik, iaitu bukan sahaja melepasi tahap kepadaan pemerhatian observational adequacy dan kepadaan penghuraian descriptive adequacy bahkan mencakupi kepadaan penjelasan explanatory adequacy Chomsky 1970. Dapatan Kajian Menurut Zainal Abidin Bakar yang dipetik dalam Mohd Rosli Saludin 2011 188 pantun terbahagi kepada tiga jenis iaitu sudut khalayak, sudut bentuk dan sudut tema. Pertama ialah sudut khalayak. Sudut khalayak ialah penutur dan pendengar pantun yang terdiri daripada kanak-kanak, dewasa dan orang tua. Kedua ialah sudut bentuk. Dan ketiga ialah sudut tema. Terdapat sebelas tema dalam pantun iaitu, pantun adat dan resam manusia, pantun agama dan kepercayaan, pantun budi, pantun jenaka dan permainan, pantun teka-teki, pantun kepahlawanan, pantun nasihat dan pendidikan, pantun peribahasa dan perbilangan, pantun kias dan ibarat, pantun kembara dan perantauan, dan pantun percintaan. Pantun ialah sejenis puisi yang terikat, umumnya terdiri daripada empat baris serangkap, mempunyai rima akhir a-b-a-b. Setiap rangkap mempunyai pembayang dan maksud. Pantun boleh menjadi dua baris, empat baris, enam baris, dua belas baris dan seterusnya pantun berkait. Pantun mempunyai peranannya yang tersendiri dalam masyarakat Melayu. Antara peranan pantun menurut Mohd Rosli Saludin 2011 189 ialah 1. Alat untuk mendapat gambaran masyarakat, terutamanya sebagai gambaran minda dan pemikiran masyarakat Melayu, pandangan hidup, harapan, dan cita-cita. 2. Alat untuk menguji ketajaman minda dan kehalusan perasaan. Sebagai contoh pantun teka-teki, pantun peribahasa dan lain-lain. 3. Diperguna juga dalam kegiatan seni, keagamaan dan adat istiadat. 4. Digunakan untuk pendidikan sama ada untuk menyindir, kiasan atau berterus terang. 5. Alat untuk hiburan dan bahan untuk jenaka seperti pantun jenaka, pantun permainan dan lain-lain. 6. Alat untuk berkomunikasi untuk menyampaikan isi hati. Sebagai contoh sanjungan, pemujaan dan ucapan selamat kepada seseorang dalam majlis upacara atau majlis rasmi. Berdasarkan fungsi pantun di atas maka pantun mempunyai peranan yang tersendiri dalam memberikan pengaruh nilai yang baik dalam kehidupan masyarakat tradisi. Fenomena berpantun dalam kalangan masyarakat tradisi amat penting kerana ia berhubung kait dengan pancaran akal budi pemikiran masyarakat pada masa itu disamping memberi hiburan dan didaktik atau pengajaran kepada khalayak. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 35 Masyarakat Melayu memilih untuk berkata-kata secara beralas dalam semua aspek kehidupan termasuk ketika menyampaikan kritikan. Oleh sebab kritikan itu tajam, maka disampaikan secara beralas dan berkias agar pihak yang mendengar tidak terasa hati sekali gus mampu menjaga air muka si pendengar. Orang Melayu sangat menjaga keharmonian dalam bermasyarakat, dan ini dibuktikan dengan cara mereka berbahasa. Pengarang pantun dan peribahasa menggunakan bahasa-bahasa figuratif atau kiasan seperti metafora, perumpamaan, tamsilan dan personifikasi yang lazimnya berkaitan dengan unsur alam. Pemilihan unsur alam ini dipengaruhi oleh latar hidup masyarakat Melayu pada zaman tersebut. Pengalaman budaya yang dikongsi oleh orang Melayu ini mendorong pemahaman yang baik dalam mentafsir makna pantun dan peribahasa yang disampaikan, kerana penutur dan pendengar berada dalam konteks yang sama. Apa yang lebih penting bagi si penutur adalah mesej yang ingin disampaikan melalui bahasa kiasan itu dapat diterima oleh si pendengar. Antara tema-tema kritikan sosial yang terdapat dalam pantun dan peribahasa Melayu adalah seperti percintaan, etika, kekeluargaan dan sifat-sifat manusia sama ada yang baik mahupun yang buruk. Dalam tema percintaan, kritikan atau peringatan yang sering diungkapkan adalah berkenaan tatasusila mencari dan memilih pasangan, menjaga kehormatan, menghargai pasangan, dan kesetiaan. Dalam aspek etika pula, kritikan sosial menunjukkan bahawa orang Melayu peka terhadap masyarakatnya sendiri, sentiasa menegur tingkah laku yang tidak bermoral dan sebagai teladan kepada generasi akan datang tentang tindakan yang wajar dan tidak wajar dilakukan. Masyarakat juga diberi panduan dalam mendidik anak-anak dan menghormati orang tua. Masyarakat Melayu turut mengecam sifat-sifat yang buruk agar tidak diikut dan dibiasakan dalam kehidupan misalnya sifat tamak, khianat, sombong, hasad dengki, malas, kedekut dan banyak lagi. Sifat-sifat mulia pula seperti bersopan-santun, rajin, berbudi, muafakat, berilmu, beradat dan lain-lain dipuji agar menjadi ikutan dan amalan sepanjang hayat. Secara umumnya, sifat-sifat yang mulia ini adalah berlandaskan akhlak yang baik mengikut ajaran Islam. Sebagaimana perbincangan hasil penemuan kajian-kajian di atas, kritikan sosial dalam pantun dan peribahasa lebih menjurus kepada pesanan, teguran dan nasihat dalam kalangan ahli masyarakat Melayu yang biasanya tinggal secara kolektif. Hanya sedikit ditemui pantun dan peribahasa yang secara khusus mengkritik pihak pemerintah atau pihak kerajaan dan pantun tersebut juga terkandung dalam hikayat atau cerita rakyat. Kritikan terhadap pihak pemerintah sebenarnya lebih tertumpu dalam genre prosa sama ada dalam bentuk karya lipur lara, cerita binatang, hikayat dan sastera sejarah. Ada beberapa data yang telah berjaya dikutip dalam pantun tersebut yang boleh dijadikan sumber data. Data ini seterusnya dikategorikan berdasarkan konsep eksplikatur dan implikatur. Dari sini akan terserlah kritikan sosial yang cuba dicungkil dari dahulu hingga kini oleh pengarang tradisi. Daripada data yang tersenarai, ada dua nilai yang boleh ditemui sebagai kritikan sosial dan dinyatakan dalam bentuk metafora iaitu Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 36 Kritikan Sosial Dalam Pantun Dan Teori Relevans Nilai adab Ini semua boleh digambarkan melalui ujaran eksplisit dan implisit. Contohnya, berkaitan dengan nilai adab. Dalam pantun Melayu banyak diujarkan tentang nilai adab yang perlu dipatuhi oleh masyarakat dan wujudnya pengajaran kepada masyarakat sekiranya sesuatu adab itu tidak dipatuhi. Ia mungkin akan dikenakan tekanan sosial oleh masyarakat, agama dan sistem adat itu sendiri. Maka, nilai yang baik dalam pantun Melayu boleh membentuk jati diri orang Melayu untuk menjadi lebih beradab dan baik. Contoh pantun tentang adab Data Eksplikatur Dan Implikatur Nilai Adab Kalau bertanak dengan menggulai Mengacau gulai pecah isinya Kalau gelak nak jangan mengilai Kalau mengilai rendah budinya. Tunjuk Ajar dalam Pantun Melayu 84 Biar orang mencabut cendawan Kita mencabut padi kan mati Biar orang berebut bangsawan Kita berebut budi pekerti Tunjuk Ajar dalam Pantun Melayu 109 Beberapa leksikal berbantukan konteks dalam teks di atas tidak bersifat harfiah. Metafora itu didatangkan oleh pengarang dengan tujuannya yang tersendiri, selari dengan tujuan pantun tersebut dicipta. Maka sudah pasti banyak makna tersirat yang perlu dicungkil. Melalui analisis ad-hoc yang boleh mencungkil makna metafora sama ada melalui penyempitan atau peluasan makna, bentuk-bentuk logik iaitu makna harfiah dikeluarkan, dan seterusnya andaian implikatur dan kesimpulannya dibina sebagaimana dalam jadual di bawah Kalau bertanak dengan menggulai Mengacau gulai pecah isinya Bertanak ialah perbuatan memasak nasi dan menggulai ialah perbuatan memasak lauk pauk Perbuatan memasak dan menggulai yang elok ialah memasak tidak mengacau-ngacau lauk pauk tersebut sehingga rosak dan hancur. Perbuatan gelak atau ketawa yang kuat dan mengilai itu melambangkan orang yang tiada adab dalam masyarakat Melayu Jadual 1 Interpretasi Data Nilai Adab Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 37 Biar orang mencabut cendawan Kita mencabut padi kan mati Cendawan boleh dicabut dan boleh hidup subur selepas dicabut tetapi padi tidak boleh dicabut kerana ia akan mati Perbuatan mencabut cendawan adalah biasa dalam masyarakat Melayu tetapi perbuatan mencabut padi adalah dilarang sama sekali Melambangkan orang yang mesti mementingkan budi pekerti melebihi kekayaan hidup seperti bangsawan Jadual 2 Interpretasi Data Nilai Adab Beberapa leksikal yang memainkan peranan penting untuk menyingkap metafora pantun ini dianalisis agar makna dan kritikan sosial yang ingin disampaikan oleh pengarang dapat dicapai. Eksplikatur dalam jadual-jadual di atas pada peringkat pemahaman semantiknya tidak menimbulkan apa-apa keraguan dan ketersiratan. Hal ini kerana interpretesi yang dilakukan tidak mengambil kira konteks yang melingkungi wacana tersebut. Bagi mengisi kelompongan tersebut, pendekatan pragmatik khususnya teori Relevans mampu mencari makna sebenar yang ingin disampaikan oleh pengarang menerusi metafora tersebut. Teori Relevans sangat mementingkan konteks dan kesan konteks, kerana dengan adanya kedua-dua konsep ini maklumat yang ingin disampaikan akan menjadi relevan sesuai, difahami dan diterima kepada pendengar. Ternyata pengarang Melayu tradisional walaupun tidak pernah mengenal sebarang teori linguistik pada zaman tersebut, mampu menepati konsep relevan ini dalam karya mereka. Contoh pantun di atas ialah mengenai adab dan perilaku seseorang supaya tidak ketawa dengan kuat sehingga mengilai, ia memberi gambaran tentang adab yang tidak baik dan wajar dihindari. Ia bersesuaian dengan agama Islam yang melarang kita daripada sifat riak, sombong dan takbur. Sikap ketawa dengan sekuat hati dan mengilai yang digambarkan boleh menyebabkan seseorang itu mudah menjadi sombong dan riak sehingga harga dirinya menjadi rendah pada pandangan masyarakat di sekelilingnya. Dalam Jadual 1, apabila bentuk logik bagi perbuatan gelak difahami dan digandingkan bersama eksplikatur, maka keraguan dan ketersiratan makna telah dapat dihidu oleh pembaca. Perbuatan gelak ialah perlakuan yang menimbulkan gelihati kepada seseorang individu. Dan seseorang itu boleh gelak dalam bermacam-macam cara. Namun begitu, dalam pantun ini gelak yang mengilai adalah dilarang sama sekali buktinya daripada leksikal dan frasa seperti rendah budinya mengukuhkan andaian pembaca lantas membina kesan kognitif dan mendorong kepada pemprosesan maklumat bahawa gelak sehingga mengilai adalah suatu perbuatan yang tidak elok. Frasa âkalau bertanak dengan menggulai, mengacau gulai pecah isinyaâ adalah metafora yang dapat dicapai melalui konsep ad hoc peluasan. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 38 Nilai Malu Seterusnya menurut Wan Abdul Kadir 2000 56 konsep malu yang digunakan dalam masyarakat Melayu boleh membawa dua pengertian atau makna. Pertama, malu yang membawa pengertian segan atau kurang selesa untuk melakukan sesuatu. Misalnya malu bertanya sesat jalan, malu makan akan lapar, dan malu bekerja akan menjadi miskin. Sikap malu seperti ini amat merugikan seseorang dan boleh membawa kesan buruk. Perasaan malu yang timbul seperti itu boleh dianggap suatu sikap yang negatif dan boleh mempengaruhi orang Melayu menjadi lemah. Sikap malu seperti ini selalu pula difahami sebagaimana malu dalam maksud yang kedua, iaitu rasa malu kerana melakukan kesalahan. Antara pantun yang mengingatkan kita supaya tidak melakukan kesalahan-kesalahan ialah Tembuk labu di balik peti Daun cabai dipatuk balam Menengok Penghulu asyik berjudi Turun Wak Lebai menyabung ayam. Tunjuk Ajar dalam Pantun Melayu 141 Tembuk labu di balik peti Daun cabai dipatuk balam Labu dan daun cabai ialah sejenis buah dan tumbuh-tumbuhan Perbuatan menembuk labu secara bersembunyi di belakang peti dan daun cabai yang telah rosak akibat perbuatan dipatuk balam Melambangkan sikap pemimpin yang tidak patut dicontohi dan perilaku yang tidak baik. Jadual 3 Interpretasi Data Nilai Malu Sifat âmaluâ yang tinggi melambangkan wajah bangsa Melayu yang mempunyai jati diri yang baik. Tertanam di dalam pemikiran mereka bahawa kedua-dua nilai ini iaitu nilai adab dan nilai malu saling berhubungkait di antara satu sama lain. Sekiranya masyarakat Melayu melanggar tatasusila adab yang telah tertanam dalam pemikiran masyarakat Melayu sejak zaman dahulu lagi maka mereka akan menerima suatu tekanan sosial sama ada dari segi undang-undang, masyarakat dan agama. Konsep malu yang dipupuk dalam masyarakat Melayu adalah bersesuaian dengan nilai-nilai Islam, iaitu perasaan hina kerana melakukan penyelewengan atau kesalahan. Perasaan malu yang berkaitan dengan perlakuan-perlakuan yang boleh membawa malu kepada siri seseorang sangat ditekankan oleh orang-orang Melayu, terutama semasa mendidik anak-anak. Semasa kecil lagi anak-anak dididik supaya mereka dapat memahami dan membezakan perlakuan-perlakuan yang boleh membawa malu dan tidak. Perbuatan yang memalukan ialah apabila melibatkan dengan kes-kes penyelewengan atau kesalahan. Semakin besar kesalahan yang dilakukan oleh seseorang bermakna semakin meningkat perasaan malu yang dirasainya Wan Abdul Kadir, 2000 57. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 39 Penutup Setelah data dianalisis menggunakan teori Relevans, terbukti bahawa kritikan sosial yang wujud dalam pantun Melayu tradisional bukanlah datang sebagai sebuah hiburan semata-mata sebaliknya mempunyai makna yang lebih mendalam. Pantun ini mempunyai unsur metafora sehingga dapat membentuk kritikan yang sinis dan tajam. Hal ini membuktikan bahawa pengarang Melayu tradisional adalah golongan cendekiawan dan peninggalan mereka perlu kita hargai dan banggakan, iaitu pantun Melayu. Justeru, nilai keindahan dan pengajaran yang terdapat dalam pantun Melayu menjadi suatu wadah sumber hiburan dan pemikiran masyarakat Melayu tradisi. Rujukan Abdullah Hassan. 1990. âSemiotik dan bahasaâ dlm Kesusasteraan daripada Perspektif Semiotik. Supardy Muradi. Peny. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka 1992. Membaca dan Menilai Sastera. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Ahmad Fuad Mat Hassan. 2007. âUnsur Ironi dan Metafora dalam Pantun Melayuâ dlm Seminar Pantun Melayu Semalam, Hari Ini dan Esok. Institut Alam dan Tamadun Melayu, Bangi Universiti Kebangsaan Malaysia, 6-7 Disember 2007. Chomsky. 1970. Current Issues in Linguistic Theory. Ed. Ke-5. Mouton The Hague. Ding Choo Ming. 2009. Manuskrip Melayu Sumber Maklumat Peribumi Melayu. Bangi Universiti Kebangsaan Malaysia. Harun Mat Piah 2000. Kesusasteraan Melayu Tradisional Edisi Kedua. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka Harun Mat Piah 2006. Kesusasteraan Melayu Tradisional. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Harun Jaafar. 2004. Ikhtisar Kebudayaan dan Prosa Melayu Klasik. Tanjung Malim Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris Haron Daud. 2001. Mantera Melayu Analisis Pemikiran. Pulau Pinang Universiti Sains Malaysia. Haron Daud. 2004. Ulit Mayang Kumpulan Mantera Melayu. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Hasan Mat Nor. 2007. Mantera, perbomohan dan pandangan semesta Melayu dari perspektif sosiologi dan antropologi. Pandangan Semesta Melayu Mantera. Rogayah & Mariyam Salim peny. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Hassan Ahmad. 2003. âMenemui Jati Diri Bangsa Melayu dalam Karya Agung Melayuâ dlm. Sahlan Mohd Saman et. al Pnyt.. Persuratan Melayu Pemerkasaan Warisan Bangsa. Siri Seminar Antarabangsa Kesusasteraan Melayu VII. Pusat Pengajian Bahasa, Kesusasteraan dan Kebudayaan Melayu. Bangi Universiti Kebangsaan Malaysia Hassan Ahmad. 2003. Metafora Melayu Bagaimana Pemikir Melayu Mencipta Makna dan membentuk Epistemologinya. Bangi Akademi Kajian Ketamadunan. Hussain Othman. 2008. âConceptual Understanding of Myths and Legends in Malay Historyâ. Jurnal Sari. 26. hlm. 91-110. Bangi Universiti Kebangsaan Malaysia Ismail Hussein. 1974. The study of traditional Malay literature. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Kamus Dewan Edisi Keempat. 2007. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Kamaruddin M. Said. 2007. âMinda Orientalis dan Minda Pascakolonial Politik Membaca Hikayat Hang Tuah.â Akademika. 41-56. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 40 Mazarul Hasan Mohamad Hanapi, Norazimah Zakaria & Mohd Rosli Saludin. 2015. âBahasa dalam Mantera Mengikut Budaya Melayuâ dlm Jurnal Rumpun. Tanjong Malim Persatuan Penulis Budiman Malaysia. Mazarul Hasan Mohamad Hanapi, Norazimah Zakaria, Norazilawati Abdullah, Mohd Amir Mohd Zahari, Dian Syahfitri, Norfaizah Abdul Jobar, Mohd Nazir Md Zabit. 2020. âThe Use Of Multimedia Materials To Develop Higher Order Thinking Skills In Writing Of Bahasa Melayu Essay Among Orang Asli Primary School Studentsâ in Solid State Technology. Volume 63 Issue 6 Mazarul Hasan Mohamad Hanapi, Norazimah Zakaria, Abdul Halim Ali. 2017. Fungsi dan Simbol dalam Mantera mengikut Konteks Budaya Melayu. EDUCATUM Journal of Social Sciences. Isu 1. Perak Penerbit UPSI Mana Sikana. 2012. Teori Sastera Kontemporari. Bangi Penerbit Pustaka Karya. Mohamad Hanapi, M. H., Zakaria, N., & Ali, A. 2017. Fungsi dan Simbol dalam Mantera Mengikut Konteks Budaya Melayu. EDUCATUM Journal of Social Sciences, 31, 21-29. Mohd. Taib Osman. 1988. Bunga Rampai Aspects of Malay Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur. Noriah Taslim. 2010. Lisan dan Tulisan Teks dan Budaya. Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur. Noriah Mohamed. 2006. Sentuhan Rasa dan Fikir dalam Puisi Melayu Tradisional. Bangi Universiti Kebangsaan Malaysia. Norazimah Zakaria. 2019. "The Beauty And Benefits Of Proverbs As A Symbol Of The Mind" in Journal Of Advance Research in Dynamical & Control Systems, Vol. 11, Special Issue-07 Norazimah Zakaria, Mazarul Hasan Mohamad Hanapi, Lajiman Janoory, Mohd Amir Mohd Zahari and Abdul Halim Ali. 2020. âAuthorâs Ethicsin The Writing Of Traditional Malay Literatureâ in Hamdard Islamicus, Vol. 43 No. 2020, p. 1998-2008. Islamicus/ Rogayah & Mariyam Salim peny. 2007. Pandangan Semesta Melayu Mantera. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. S. Othman Kelantan. 1997. Pemikiran Satira dalam Novel Melayu. Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur. Siti Hawa Haji Salleh. 2009. Kelopak Pemikiran Sastera Melayu. Bangi Universiti Kebangsaan Malaysia. Sulalatus Salatin. 1996. Ahmad peny. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka Sperber, D. & Wilson, D. 1999. Relevans Komunikasi & Kognisi. Diterjemah oleh Nor Hashimah Jalaluddin. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Tenas Effendy. 2004. Tunjuk Ajar dalam pantun Melayu. Yogyakarta Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu Tenas Effendy. 2008. âKearifan Orang Melayu Berbahasa.â Siri Syarahan Raja Ali Haji. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka. Umar Junus. 1989. Fiksyen dan Sejarah Suatu Dialog. Kuala LumpurDewan Bahasa dan Pustaka. Wan Abdul Kadir 2000. Tradisi dan Perubahan Norma dan Nilai di Kalangan Orang-Orang Melayu. Masfami Enterprise. Zakaria, N., Mohamad Hanapi, M. H., Harun, M., & Mohd, F. H. 2019. Mythical Elements Based on Traditional Malay Literature Text. International Journal of Humanities, Philosophy and Language, 1997, 78â87. Volume 3 Issue 6 March 2021 PP. 31-41 DOI Copyright © GLOBAL ACADEMIC EXCELLENCE M SDN BHD - All rights reserved 41 Zakaria, N., Mohamad Hanapi, M. H., Harun, Nur Farahkhanna Mohd Rosli, Azhar Wahid and Ani Omar. 2020. âMalay Authors Strategies in Displaying the Intelligence of the Figures and Its Effects in Traditional Malay Literary Textsâ in International Journal of Innovation, Creativity and Change. Volume 11, Issue 5 Zakaria, N., Mohamad Hanapi, M. H., Harun, Hasrina Baharum and Siti Nor Amalina Ahmad Tajuddin. 2020. âThe Universality of the Similarities and Differences between Malay and Chinese Mythologiesâ in TEST Engineering and Management Journal. March-April 2020. â 1548 Zakaria, N., Mohamad Hanapi, M. H., Alizah Lambri, Nordiana Hamzah and Normarini Norzan. 2019. âThe Beauty And Benefits Of Proverbs As A Symbol Of The Mindâ in Journal of Advance Research in Dynamical & Control Systems, Vol. 11, Special Issue-07 Zakaria, N., & Hanapi, M. H. M. 2020. âKeindahan Simbol dan Makna dalam Pantang Larang Masyarakat Melayuâ. International Journal of Modern Trends in Social Sciences, 3 12, 01-12. DOI 312001 Zurinah Hassan, Salinah Jaâafar & Tengku Intan Marlina Tengku Mohd Ali. 2008. âKritik Sosial dalam Pantun Melayu Lambang Ketekalan Minda.â dlm Seminar Kebangsaan Puisi Melayu Tradisional. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka,. 24-25 November 2008. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this is a very dominant element in traditional Malay literature. The myths are not set forth in an unorganized manner or randomly, but instead are based on the belief patterns that are already in existence, and this reflects the connection of the societyâs thinking with elements of animism that serve as the background of their lives before the arrival of other beliefs. Examples of the development of myth stories can be observed in hikayat literary works in traditional Malay literature like Hikayat Merong Mahawangsa and Sejarah Melayu. Meanwhile, examples of oral stories are those found in Cerita Rakyat Malaysia 2008. The aim of this article is to identify the functions of myths found in traditional Malay literature. This article will use the Sociology of Literature approach by Plummer, Ken 1997. The approach of this paper draws on to the questions of how myths became the belief of the society and what is the function of myths in traditional Malay literature texts. The functions of myths can be seen based on these questions. Elements of myths in historical works are narrations that are believed by the locals as actual occurrences that have happened in their locality in the past. Hence, the myth stories became the basis and answers to the inquisitiveness of the people of the past time. The other purpose is to uphold the royal dignity. In traditional literature, literature is viewed as the mirror of society and their documents. The role of myth stories is not only to explain their functions in the society but also to reveal the creativity of the writer or orator and the storyteller. But here, the presence of mythical elements explains to us the relationship of the work from the aspect of thoughts and the world view of that society in the past. Norazimah ZakariaMantera ialah karangan berangkap yang menerangkan world-view dan kosmos bagi manusia berhubung dengan makhluk-makhluk ghaib. Mantera menerangkan pemikiran tentang peranan dan kepentingan manusia untuk menguasai ilmu, menghayati alam sekitar, dan hubungan manusia dengan kehidupan, sebuah ekspresi intelektual serta memberi penekanan kepada keindahan dan kehalusannya iaitu dari segi budi dan bahasanya. Objektif makalah ini ialah pertama mengenal pasti fungsi mantera dalam masyarakat Melayu dan kedua mengenal pasti penggunaan simbol dalam mantera. Mantera mempunyai unsur simbolisme yang boleh dilihat melalui penggunaan bahasanya. Ia penting dalam mempengaruhi pemikiran seseorang individu untuk menjadi lebih sempurna dalam kehidupan mereka dan kehidupan bermasyarakat. Kajian ini bertitik tolak daripada teori semiotik Peirce yang mengemukakan tiga perkara iaitu ikon, indeks dan simbol. Dalam makalah ini, prinsip simbol akan digunakan untuk melihat pemilihan kata-kata dalam mantera sebagai cerminan lambang akal budi orang Melayu. Teori semiotik ini tidak akan dilihat sebagai dunia yang autonomous tetapi akan dihubungkan dengan konteks atau budaya masyarakat yang melahirkan mantera. Justeru keindahan kata-kata dalam mantera bukan sahaja terletak pada pilihan kata serta kalimatnya yang berima, tetapi terkandung di dalamnya makna dan falsafah yang sangat baik mewakili pancaran pemikiran masyarakat tradisi dahulu. Mantera juga dapat menerangkan pemikiran tentang peranan dan kepentingan manusia untuk menguasai ilmu, menghayati alam sekitar, dan hubungan manusia dengan kehidupan, sebuah ekspresi intelektual serta memberi penekanan kepada keindahan dan kehalusannya iaitu dari segi budi dan dan bahasa" dlm Kesusasteraan daripada Perspektif Semiotik. Supardy Muradi. PenyAbdullah HassanAbdullah Hassan. 1990. "Semiotik dan bahasa" dlm Kesusasteraan daripada Perspektif Semiotik. Supardy Muradi. Peny. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Pustaka 1992. Membaca dan Menilai Sastera. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Melayu Tradisional Edisi KeduaHarun Mat PiahHarun Mat Piah 2000. Kesusasteraan Melayu Tradisional Edisi Kedua. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan PustakaKesusasteraan Melayu TradisionalHarun Mat PiahHarun Mat Piah 2006. Kesusasteraan Melayu Tradisional. Kuala Lumpur Dewan Bahasa dan Kebudayaan dan Prosa Melayu KlasikHarun JaafarHarun Jaafar. 2004. Ikhtisar Kebudayaan dan Prosa Melayu Klasik. Tanjung Malim Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris
Jakarta - Agustus merupakan bulan yang penuh sejarah bagi bangsa Indonesia. Di bulan Agustus, Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sejak itu, setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia selalu memperingati hari kemerdekaan. Pada 2022, Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun ke-77. Lirik Lagu Padam Padam - Kylie Minogue Lirik Lagu Flu - HEIZE feat. CHANGMO Cara Membuang Kasur, Jangan Asal Taruh di Tempat Sampah Banyak cara bisa dilakukan atau ditunjukkan warga Indonesia untuk merayakan hari kemerdekaan negara tercinta. Satu di antaranya dengan memberi ucapan kemerdekaan dalam bentuk pantun. Hal semacam ini dapat menambah rasa cinta, pembuktian nasionalisme kita terhadap bangsa Indonesia, serta mengenang jasa para pahlawan yang gugur. Agar makin semarak, kamu juga bisa mengirimkan pantun-pantun bernuansa kemerdekaan ke media sosial. Bisa dipakai untuk postingan Facebook, WhatsApp, Instagram maupun media sosial lainnya. Berikut ini beberapa contoh pantun bertema kemerdekaan, cocok dijadikan postingan media sosial, dikutip dari laman Diedit dan Pelajarindo, Rabu 27/7/2022.Berita Video, Highlights Piala AFF U-18 Wanita antara Indonesia Vs Vietnam pada Selasa 26/7/20221. Kain tenun semakin laku, Benangnya diikat dibuat baju. Selamat ulang tahun negaraku, Jadilah kuat dan tambah maju. 2. Hari Rabu membeli duku, Dibikin rujak, gigi pun ngilu. Dirgahayu negara Indonesiaku, Semoga makin jaya, abadi selalu. 3. Gelasnya bagus dari Malaka, Jadi hadiah untuk si Tuan. Tujuh belas Agustus hari merdeka, Mari dijaga dengan persatuan. 4. Pergi ke kota kesana kemari, Beli ikan dapatnya bihun. Yuk kita rayakan HUT RI, Selamat Hari Merdeka ke-77 tahun. 5. Bunga kenanga kuncup terbuka, Tumbuh merekah dipetik tuan. Bangsa Indonesia sudah merdeka, Tetaplah kita jaga persatuan. 6. Langit senja sangatlah bagus, Lelah sehari telah berlalu. Selamat hari kemerdekaan 17 Agustus, Untuk Republik Pantun Bertema Kemerdekaan7. Nonton drama jangan berisik, Aura bintangnya meletus-letus. Jangan cuma bebisik-bisik, Mari menyanyi 17 Agustus. 8. Banyak semut di atas papan, Sedang makan buah pepaya. Selamat menyambut hari kemerdekaan, Mari berdoa Indonesia jaya. 9. Putar-putar tiang menara, Badan capek, tangan pun letih. Kibar-kibarlah ini bendera, Bendera sang saka merah putih. 10. Kakak ultah di tanggal 7, Minta dirayakan di hari Sabtu. Selamat HUT RI yang ke-77, Semoga Indonesia tetap bersatu. 11. Gunung Semeru tinggi menjulang, Gunung Merapi sungguh perkasa. Ratusan tahun bangsa berjuang, Sembilan belas empat lima kita merdeka. 12. Makan nasi kukus campur semangka, Rasanya sedap nyaman di hati. Tujuh belas agustus hari merdeka, Tugas berat generasi muda telah Pantun Bertema Kemerdekaan13. Bumi nusantara betapa indahnya, Kekayaan alam anugerah Tuhan. Tujuh belas agustus hari merdeka, Lanjutkan perjuangan demi kesejahteraan. 14. Jalan-jalan ke Tabalong, Singgah di Jalan membeli Rambutan. Berkobar-kobar semangat para pejuang, Demi meraih sebuah kemerdekaan. 15. Pergi ke pasar membeli semangka, Semangka besar merah merona. Rakyat senang hati gembira, Sekali merdeka ya tetap merdeka. 16. Ada wanyi dan ada madu, Madu di panen di hari Minggu. Dirgahyu untuk Indonesiaku, Ku ucapkan dari lubuk hatiku. 17. Langit senja panaromanya bagus, Sedih sehari telah berlalu. Selamat datang bulan Agustus, Itulah bulan kemerdekaan negeriku. 18. Sungguh pedas rasanya Lada, Dimakan dengan sambal terasi. Selamat Ulang Tahun Indonesia, NKRI tetap harga Pantun Bertema Kemerdekaan19. Ayam bertelur di balik papan, Telurnya dijual ke pasar Senayan. Di balik perjuangan para pahlawan, Kita syukuri hari kemerdekaan. 20. Pergi berdagang ke pasar ikan, Singgah sejenak di peramaian. Semarakkan hari kemerdekaan, Dengan cinta dan kehangatan. 21. Ayam bertelur di bawah papan, Bertelur sepuluh menetas delapan. Di balik perjuangan para pahlawan, Mari kita syukuri hari Kemerdekaan. 22. Cewek cantik pakai baju berwarna, Pas dipanggil ternyata berkumis. Selamat HUT RI ke-77 Bapak Ibu semua, Jangan lupa bahagia dan selalu optimis. 23. Merah putih berkibar di langit biru, Diterpa embusan angin berulangkali. Dirgahayu ke-77 Indonesiaku, Kobarkan semangat persatuan dalam hati. 24. Beli ayam dimasak taliwang, Bumbu diaduk dengan cekatan. Selamat HUT RI ke-77 warganet tersayang, Mari doakan pahlawan yang gugur merebut kemerdekaan. 25. Gadis kecil berjalan di sawah pelan, Mengantar bekal beraneka rupa. Detik-detik proklamasi jelang kemerdekaan, Genderang ditabuh menggetarkan jiwa. Sumber Diedit, Pelajarindo Dapatkan artikel contoh dari berbagai tema lain dengan mengeklik tautan ini.
pantun bertema kritik sosial